20 April, 2009

IBU KARTINI PENDIDIK SEJATI

http://intuisininil.blogspot.com

Rindu Tafsir Al Qur'an bahasa Jawa
"Kyai, selama kehidupanku, baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dari Induk Al Qur'an yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hatiku kepada Allah. Namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa para ulama saat ini melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an dalam bahasa Jawa? Bukankah Al Qur'an itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia? Begitulah pertanyaan dan komentar ibu Kartini ketika bertanya kepada gurunya, Kyai Soleh.

Pertanyaan itu dilontarkan begitu spontanitas, akibat rasa rindu dan keinginan yang kuat untuk mengerti kandungan Kitab Suci Al Qur'an. Namun apadaya seorang Kartini yang saat itu 'buta huruf' dengan bahasa Arab -- bahasa Al Qur'an.

Kiranya ibu Kartini berubah pemikiran, usai membaca dan mengetahui arti dan kandungan satu surat saja yang ada dalam Al Qur'an yakni QS Al Fatihah. Subhanallah!  Bisa dibayangkan, andaikan ibu Kartini sempat 'hatam' Al Qur'an dan telah membaca serta mengerti banyak surat hingga isi kandungan Al Qur'an itu difahami. Bisa jadi ibu Kartini menjadi seorang Mujahid --Seorang Mujahidah -- Pejuang dan Pembela Islam.  

Ibu Kartini pemikirannya berubah, yang tadinya menganggap bahwa Barat sebagai 'sokoguru' kebudayaan yang berkemajuan, berubah menjadikan Islam sebagai landasan berpikir dan bertingkah laku. Hal ini terlihat dari surat ibu Kartini kepada sahabatnya Abendanon 27 Oktober 1902,  "Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik tiada taranya.  Maafkan kami, apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Ibu sempurna?  Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik sesuatu yang indah di dalam masyarakat Ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban?

Demikian juga dalam surat ibu Kartini kepada sahabatnya yang lain Van Kol 21 Juli 1902 yang isinya, "Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang agama Islam patut disukai."

Setelah mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya dan mengkaji isi Al Qur'an, beliau terinspirasi dengan Firman Allah SWT, yang artinya,   
"... mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekufuran) kepada cahaya (iman) (QS Al Baqarah (2) : 257), yang diistilahkan Armyn Pane dalam tulisannya dengan istilah Habis Gelap Terbitlah Terang.

Cita-Cita Ibu Kartini
Ibu Kartini memiliki cita-cita yang luhur, yaitu ingin mengubah keadaan masyarakat khususnya pemikiran masyarakat pada saat itu.  Terutama pada kaum perempuan yang tidak memperoleh hak pendidikan, juga untuk melepaskan diri dari hukum yang tidak adil dan paham-paham materialisme.    

Ibu Kartini ingin kaum perempuan peroleh haknya dalam pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah agar lebih cakap mendidik anak-anaknya.   Hal ini bisa dilihat dari tulisan ibu Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902, "Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya.  Tetapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita agar lebih cakap melakukan kewajibannya menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. 

Beberapa surat ibu Kartini di atas setidaknya menunjukkan bahwa beliau berjuang adalah dalam kerangka ingin  mengubah keadaan perempuan pada saat itu agar mendapatkan haknya, diantaranya menuntut pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada anak-anak laki-laki juga diberikan kepada kaum perempuan.  Karena beliau mengetahui bahwa saat itu tidak mudah bagi teman-teman perempuan sebayanya dari rakyat kebanyakan bisa bersekolah seperti dirinya.  
Kini jelaslah ibu Kartini tidak berjuang menuntut kesetaraan antara perempuan dan laki-laki di segala bidang sebagaimana yang diklaim para pengusung ide feminisme.

Dalam surat-suratnya tampak bahwa ibu Kartini adalah sosok yang berani menentang dan mendobrak adat-istiadat yang kuat di lingkungannya.  Beliau menganggap bahwa setiap manusia itu sederajad sehingga tidak seharusnya adat-istiadat pada saat itu membedakan berdasarkan asal-usul keturunan.  Memang pada awalnya ibu Kartini sempat mengagumi dan mengagungkan kehidupan liberal di Eropa, tetapi setelah mengaji kepada Kyai Soleh, beliau menyadari pemikiran itu salah dan menyebutnya Barat sebagai kehidupan yang tidak layak disebut sebagai peradaban.

Ibu Kartini berulangkali menyebut bahwa perempuan adalah istri dan pendidik anak yang pertama-tama.  Tidak ada keinginan ibu Kartini untuk mengejar persamaan hak dengan laki-laki dan meninggalkan perannya dalam rumah tangga.  Bahkan ketika beliau menikahdengan seorang duda yang memiliki banyak anak, beliau sangat menikmati tugasnya sebagai istri dan menjadi ibu bagi anak-anak suaminya itu.  Inilah yang membuat Stellah sahabatnya heran mengapa ibu Kartini rela menikah dan menjalani kehidupan rumah tangganya.

Demikianlah, ibu Kartini adalah sosok pendidik yang mengajak kaum perempuan untuk memegang teguh agamanya dengan menimbah ilmu-ilmu yang bermanfaat, untuk meningkatkan kualitas diri dalam menjalankan tugasnya sebagai ibu sekaligus sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya dan bagi umat serta bagi anak-anak bangsa pada umumnya.   

Kiranya ibu Kartini berjuang bukan untuk peroleh kebebasan dalam peroleh persamaan hak dengan laki-laki.  Karena beliau telah mengetahui bahwanya agama telah menempatkan sama kedudukan antara perempuan dan laki-laki.  Masing-masing bisa berperan sesuai dengan fitrahnya.   

"SELAMAT HARI KARTINI 21 APRIL 2009, MARI KITA TERUSKAN CITA-CITA DAN PERJUANGAN BELIAU SEBAGAI PENDIDIK SEJATI"


Tidak ada komentar: